Jakarta, Liga178 News – Sesosok mayat anak kecil tanpa kepala ditemukan di Katingan, Kalimantan Tengah. Muncul isu liar, mayat itu adalah korban ngayau atau kayau, suatu ritual pemenggalan kepala manusia.

Badan anak itu ditemukan di bekas tambang emas tanpa izin, Tumbang Mahop, Katingan Hulu, pada Jumat (6/12) pekan lalu. Kepala korban ditemukan terkubur pada jarak 100 meter dari penemuan badan.

Belakangan diketahui, mayat itu adalah H, bocah usia 12 tahun. Spekulasi menyeruak, H telah menjadi korban ngayau.

Merujuk pada tulisan ‘Ngayau dari Masa ke Masa: Dari Penggal Kepala Hingga Membajak Tenaga Kerja Terampil’ yang ditulis oleh R Masri Sareb, kayau memiliki banyak ragam dalam kehidupan Suku Dayak.

Dia mencontohkan, dalam tradisi Dayak Iban tradisi kayau dibagi dua macam, yakni kayau besai dan kayau anak.

Kayau anak jika perang/balas dendam antar sesama keluarga saja, tidak melibatkan banyak orang atau warga kampung. Namun kayau besai baru melibatkan warga seluruh kampung,” tulis Masri dalam tulisan yang termuat dalam jurnal ‘Prosiding Kongres Internasional: Kebudayaan Dayak 1: Menjadi Dayak’ itu.

Kematian tak wajar anak itu sama sekali bukan karena ada yang mengayau kepala, melainkan karena ada yang berbuat kriminal sebagaimana yang bisa terjadi di masyarakat manapun, dan tentunya harus dihentikan.

Kayau itu pemenggalan kepala yang sifatnya digunakan untuk ritual adat, nah itu kita tepis isu itu,” tegas Kabid Humas Polda Kalteng Kombes Hendra Rochmawan saat dihubungi, Selasa (10/12).

Polisi menyelidiki. Akhirnya diketahui, kematian bocah H karena kekerasan seksual. Pelakunya adalah inisial A usia 35 tahun, pria yang sudah berkeluarga, dan dinyatakan punya kelainan seksual, dan tinggal di daerah yang sama dengan H. Inisial A ditangkap polisi pada Senin (9/12). Polisi menyimpulkan, H telah menyodomi A.

Dari hasil pemeriksaan forensik ada bekas pelecehan seksual, sodomi (pada jasad H),” kata Hendra.

Dari hasil autopsi yang dilakukan tim dokter forensik, bagian dubur anak di bawah umur berjenis kelamin laki-laki itu mengalami luka robek selebar delapan centimeter. Penemuan jasad H memang pada 6 Desember, namun H telah tewas tiga hari sebelumnya karena badan telah membengkak saat ditemukan.

Kejadian ini memang murni tindak kriminal dengan kasus potong kepala, jadi tidak ada hubungannya dengan isu ngayau dan sebagainya,” ungkap Hendra. Pelaku dijerat dengan Pasal 340 KUHP dan UU Perlindungan Anak.