Jakarta, Liga178NewsBank Indonesia (BI) mengungkapkan beberapa faktor yang membuat nilai tukar rupiah bisa menguat ke kisaran Rp 13.877 per dolar AS di perdagangan pasar spot pada Jumat (5/6) sore ini. Menurut mereka ada empat faktor penopang yang mendorong rupiah bisa menguat. “Alhamdulillah sore ini (rupiah) sudah di bawah Rp 14ribu per dolar AS, (bid) menunjukan kisaran Rp13.855 dan offer Rp13.960 per dolar AS, ini terus menguat, tapi masih undervalue” ucap Gubernur BI Perry Warjiyo di konferensi virtual, Jumat (5/6). Sementara hasil survey IHK BI mencatat inflasi kemungkinan hanya sekitar 0,04 persen pada Juni 2020. Sedangkan secara tahunan, inflasi hanya sekitar 1,8 persen. “Kenapa inflasi rendah? Karena permintaan masyarakat terpengaruh PSBB, baik terhadap aktivitas dan pendapatan ekonomi masyarakat. Konsumsi masyarakat menurun, sehingga permintaan rendah dan membuat inflasi rendah” ujarnya. Selain itu, ia mengatakan inflasi rendah karena pengaruh ketersediaan pasokan sejumlah kebutuhan masyarakat yang mencukupi. Hal ini membuat permintaan akan terpenuhi dan tidak ada lonjakan harga yang tinggi. Lalu, katanya juga ada pengaruh dari eratnya koordinasi antara BI dengan pemerintah di tingkat pusat dan daerah. Koordinasi ini membuat distribusi dan rantai pasok kebutuhan masyarakat terjaga. Kedua, rupiah juga menguat akibat modal asing yang masuk ke dalam negeri melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) cukup deras. Tercatat net inflow mencapai Rp18,67 triliun sejak pertengahan Mei sampai awal Juni 2020. Rinciannya, net inflow  di SBN sebesar Rp2,97 triliun pada minggu kedua Mei 2020. Jumlah aliran itu meningkat menjadi Rp6,15 triliun pada minggu ketiga Mei 2020. Kemudian, net inflow masuk sekitar Rp2,54 triliun pada minggu keempat Mei 2020. Selanjutnya bertambah Rp7,01 triliun pada minggu pertama Juni 2020. “Confidence investor terhadap ekonomi Indonesia semakin lama, semakin membaik. Itu terbukti dari aliran modal yang masuk membaik” ungkapnya. Ketiga perbaikan deficit transaksi berjalan. Penguatan rupiah ditopang oleh membaiknya kondisi tersebut. Meski belum ada data terbaru dari BI, namun ia menyebut ada indikasi deficit menyempit. Itu tercermin dari mekanisme pasar yang berjalan lancar, intervensi yang berkurang, aliran modal masuk yang tinggi. “Angkanya lebih tinggi dari akhir bulan lalu, tunggu Senin (8/6) rilisnya” tuturnya. Keempat penguatan rupiah datang dari tingkat suku bunga acuan bank sentral di beberapa Negara dan perbedaan tingkat imbal hasil surat utang. Saat ini, yield surat utang Indonesia bertenor 10 tahun sebesar 7,06 persen. Tingkat yield turun dari sebelumnya mencapai 8,08 persen. Yield obligasi Indonesia terlampau jauh dari tingkat imbal hasil surat utang AS (US Treasury) bertenor 10 tahun sebesar 0,8 persen. Kendati rupiah bisa menyentuh kisaran Rp13 ribu per dolar AS, namun Perry mengatakan nilainya masih lebih rendah dari tinglat fundamental yang seharusnya. Hal ini tak lepas dari premi risiko rupiah yang masih cukup tinggi. Saat ini menurut data BI, indeks premi risiko rupiah sebesar 126. Posisi ini memang membaik dari sebelumnya pernah menyentuh 245. Hanya saja, belum mencapai indeks premi risiko rupiah sebelum pandemic virus corona atau Covid-19.